Holla Zürich (ps: I love Mount Tittlis)

10:13 PM rerefauziah.blogspot.com 0 Comments



Ada satu hal yang akan selalu ada di benak saya disaat kata "Zurich" disebutkan yaitu Mount Tittlis, bagaimana tidak, Kota Zurich yang berada di Switzerland ini memang terkenal dengan pegunungannya, cokelat, perangkat pisau, rolex dan juga harga makanan yang cukup mahal. 

Saya melakukan perjalan ke Zurich pada bulan Juni disaat musim panas mulai menghampiri, seperti biasa semua penerbangan ke Eropa merupakan Red-Eye-Flight alias penerbangan tengah malam yang cukup menyita tenaga. Perjalanan menuju Zurich pada saat itu ditempuh sekitar 12 jam dari Singapore tanpa melalui transit di negara manapun.

Satu hal yang akan selalu saya ingat adalah untuk selalu mengecek mata uang suatu negara dengan tepat dan lebih spesifik, karena tidak semua mata uang di suatu negara berlaku di wilayah bagian negara tersebut. 

Saya menukar dolar Singapura dengan dolar Switzerland yang saya kira merupakan mata uang untuk wilayah swiss secara umum, namun ternyata mata uang tersebut tidak berlaku di wilayah zurich. 

Awalnya saya sedikit panik karena saya tidak membawa uang cash yang cukup banyak sementara saya sudah memesan tiket tur ke Mount Tittlit pada hari berikutnya. Untungnya concierge menyarankan saya untuk menukar uang di bank setempat yang ternyata keberadaannya tidak terlalu jauh dari hotel tempat saya bermalam.

 Opera Haus

Hari Pertama setelah mendarat yang saya lakukan hanyalah tidur dan beristirahat karena sejujurnya saya belum terbiasa dengan penerbangan jarak jauh, Namun setelah itu  saya dan beberapa teman memutuskan untuk menelusuri area kota dan menikmati pemandangan yang luar biasa indahnya.

Saya melihat banyak sekali Danau, kapal, kursi taman dan pepohonan yang rindang yang melengkapi libur musim panas yang singkat ini. 

Transportasi umum yang berada di Zurich menyerupai transportasi umum di negara eropa lainnya, seperti kereta listrik dan harga tiket yang cukup bersahabat itu bisa mengantarkan kita menuju dan mengelilingi wilayah kota yang sangat indah ini. 

Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, harga makanan di kota ini cenderung menguras kantong, harga seporsi burger dan kentang goreng bisa mencapai lebih dari 15 swiss franc atau setara dengan 250 ribu rupiah, sedangkan negara lain di Eropa seperti Amsterdam atau London, harga makanan cenderung lebih murah seperti yang diakui oleh penduduk setempat yang saya temui.

Setelah mencari kesana kemari untuk makan siang, akhirnya saya memutuskan untuk makan disalah satu restoran yang cukup unik, dimana kita bisa memilih makanan apapun yang tersedia dan pembayaran dihitung melalui berapa gram makanan yang kita ambil. 

Pilihan makanan yang berbagai macam membuat saya cukup senang karena tersedia bermacam pilihan salad, buah dan sayuran. Kalau masalah rasa sepertinya cukup standar untuk cita rasa eropa yang cenderung tawar.

Lunch

Peach Sorbet
Sepanjang perjalanan saya melihat banyak sekali warga lokal yang memakai baju kerja yang formal sedang menelusuri wilayah kota untuk beristirahat sambil menikmati pemandangan sekitar.

Ada pula yang berenang di sungai dan duduk di sekitar bebatuan sembari menghabiskan minuman dingin dan juga satu cone ice cream yang menyegarkan, dan setiap toko yang menjual es krim rata-rata memiliki berbagai rasa buah yang jarang ditemukan di Asia, seperti peach, apricot, raspberry, blueberry dan lainnya.

Satu hal yang akan selalu saya lakukan saat berada diluar negeri adalah mengunjungi supermarket dan membeli buah yang jarang saya temui di Indonesia. 

Buah peach menjadi pilihan yang wajib saya beli setelah blueberry dan strawberry. Selain itu mencoba cokelat dan biskuit buatan dari setiap negara akan selalu saya lakukan disamping mencoba susu segar rasa cokelat dari setiap negara. 

Saya termasuk jarang membawa persediaan makanan dari rumah karena saya selalu menikmati belanja makanan untuk persediaan beberapa hari terutama buah-buahan yang segar. Beruntungnya hotel tempat saya tinggal lokasinya sangat dekat dengan supermarket, namun wilayah tersebut termasuk sepi dan tidak banyak pertokoan atau restoran disekitarnya.

Heaven for me

CHOCOLATE

Bisa dikatakan bahwa 99,99% pemandangan di Zurich itu indah!! kota ini dikelilingi pegunungan es yang indah, serta danau yang luar biasa menawan. 

Negara maju ini ternyata tidak memiliki bahasa ibu, warga negaranya berkomunikasi dalam 4 bahasa, yaitu bahasa Jerman, Italy, Spanyol dan Prancis. Saya sedikit mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dengan warga setempat, karena keterbatasan penggunaan bahasa inggris yang memang jarang digunakan.

Saya mengunjungi Mount Tittlis pada hari kedua saya di Zurich. Awalnya saya sedikit bingung menentukan cara untuk menuju ke wilayah pegunungan tersebut, karena kita bisa mengikuti tur yang disediakan di hotel atau berangkat sendiri menggunakan kereta. 

Hal yang saya pertimbangkan adalah apabila kita mengikuti tur, waktu untuk mengunjungi suatu tempat akan di batasi, dan biasanya akan ada beberapa spot yang akan dikunjungi sebelum tiba di tujuan utama yaitu Mount Tittlis.
Ticket

River

view from restaurant

Perjalanan menuju Mount Tittlis ditempuh selama 3 jam, perjalanan dimulai pukul 8 pagi dimana kita dijemput menggunakan Bus oleh driver dan tour guide. 

Ada tiga tempat pemberhentian disana, masing-masing spot sekitar 45 menit hingga 1 jam. Menurut saya, terkadang mengikuti tur adalah pilihan yang baik, namun saya cenderung memilih untuk melakukan jalan sendiri apabila memungkinkan. 

Akhirnya saya dan rombongan tiba di Mount Tittlis, dan saya cukup terkejut karena mayoritas pengunjung adalah warga negara india hingga restoran di tempat pemberhentian hanyalah restoran India.

Tour guide dalam perjalan kali ini sangatlah ramah dan berpengalaman, wanita paruh baya ini sudah menjadi tour guide selama 15 tahun, dan beliau tidak hanya menguasai daerah mount tittlis melainkan wilayah pegunungan lainnya.

Saya selalu mengagumi tour guide di wilayah eropa, i difinetely can see their passion in working and they are really proud of what they are doing. As the one who was guided by her, i secretly adore her friendliness & the way she spoke. Awalnya saya pikir mereka akan memberikan waktu yang cukup panjang untuk mengelilingi pegunungan es tersebut.

Perjalan ke atas gunung ditempuh selama 30 menit, kita harus menaiki 3 cable car berbeda yang cukup curam. Jika dibandingkan dengan cable car di sentosa atau genting, cable car ini sangatlah panjang lebih terlihat menyeramkan. Bisa di bayangkan bahwa ketinggian mount tittlis mencapai 3029 meter dan pusat wisatanya terletak di puncaknya. Cuaca diatas bisa mencapai 0 derajat atau minus, tidak bisa di bayangkan apabila mengunjunginya pada musim dingin.


view from cable car

Last station before reaching the top

Saya dan rombongan sedikit kurang beruntung karena cuaca yang kurang baik di atas, selain mendung dan angin dingin yang sangat kencang, area terbuka dimana kita bisa berjalan-jalan dan bermain salju pun ditutup sementara waktu. 

Sedikit kecewa karena sejujurnya ini adalah pengalaman pertama saya melihat salju. Untungnya saya memakai baju berlapis - lapis untung mencegah udara dingin diatas. Saya menggunakan thermal, sweater, syal dan juga coat yang sangat tebal. Paling tidak saya masih bisa mengambil beberapa foto di puncak gunung.


It's freezing baby

Top of Mount Tittlis

Gloomy outside


Love the weather

River in front of parking area
Well said this is really my new experience for me personally and i am always grateful for every chance to go abroad frequently as my job, i work to travel and i am paid to travel, alhamdulillah what a life!





0 comments: